HADAPI UN, TAK HARUS TEMPRAMENT
(Analisis Kritis Terhadap Siswa Kelas Akhir)
ujian
nasional (UN) dilaksanakan secara serentak diseluruh penjuru negeri ini,
debar-debur jantungpun mulai dirasakan kencang oleh siswa kelas akhir yang akan
melaksanakan ujian tersebut, sudah menjadi tadisi bagi anak pertiwi yang mana
ujian nasional ini (UN) selalu menjadi momok menakutkan dari tahun ke tahun,
memang kenyataan yang terjadi tentang ujian nasional (UN) telah membuat anak
pertiwi ketar ketir itu semua benar, sebab reputasi mereka bersekolah selama
tiga tahun di jenjang masing-masing akan ditentukan langsung dengan ujian
nasional ini yang mata pelajarannya hanya terfokuskan pada empat mata pelajaran
saja yaitu, bahasa Indonesia, bahasa inggris, matematika, ilmu pengetahuan alam
(IPA), ada ulasan menarik terkait dengan datangnya UN ini, yakni cerdas tidak
menjadi jaminan kelulusan UN, tapi hanya ada satu jaminan yaitu usaha, terkait
dengan ulasan ini ada beberapa pendapat yang keluar untuk mencari ulasan yang
lebih bertanggung jawab, pendapat yang keluar diantarnya dari figure filsafat
pendidikan yaitu Moh razy El-Syarif
“pendapat seperti itu mungkin hanya berlaku untuk anak yang tinggal di
pedalaman saja, tapi kalau misalkan anak-anak yang menetap di daerah besar
tidak mungkin sekali berasumsi seperti itu, karena setelah kita analisis
sejenak kemampuan anak pertiwi yang tinggal di pedalaman dan system
pendidikannyapun mengalami ketertinggalan dari kurikulum yang telah tertera,
mau dibandingkan dengan anak pertiwi yang tinggal di kota-kota besar yang sudah
pendidikannya sesuai dengan pekembangan, itu semua tidak mungkin sekali”.
Selain
itu standar kelulusan yang semakin meningkat setiap tahunnya, selalu menjadi
pedebatan di semua pihak hal tesebut menjadi salah satu masalah mengapa ujian
nasional selalu menjadi arwah negative yang membelenggu dalam kehidupan, “maju
terus pantang mundur” beginilah kata yang pantas kita sajikan bagi setiap guru
yang tidak kenal lelah untuk mensukseskan anak didiknya, landasan lain terkait
dengan datangnya ujian nasional ialah , rata-rata penyebab kehisterisan yang
terjadi pada siswa yang tidak lulus ialal tidak terlatihnya mental mereka,
terkait dengan mental sendiri, masalah tersebut sudah terantisispasi
sebelumnya, tapi yang menjadi permasalahan mental para siswa yang tidak dapat
di kordiner.
Dalam
catatan harian kompas 2008, meliput sebuah pernyataan tentang standar kelulusan
yang semakin meningkat setiap tahunnya, disebabkan karena pemerintah ingin
sekali menyamakan standar kelulusan di negeri ini dengan di America, dari
liputan tersebut kita tidak bisa langsung rangkul tangan terkait hal ini, sebab
pendidikan di negeri pamansyam itu di terapkan secara merata, tidak seperti di
negeri ini, pendidikannya hanya tersebar di wilayah besar dan untuk wilayah
pedalaman pendidikannya ketinggalan kurikulum yang ada, Out Oof Date.
Dalam
aspek lain, keberlangsungan ujian nasional yang akan dilaksanakan sebentar lagi
sungguh telah membuat kita terdepak dari pendidikan klasik, berbagai program terobosan seperti, Binsus
(bimbingan khusus) Bimbel (bimbingan belajar) dan try Out-pun menjadi program
yang dapat mengevaluasi di semua sisi, telah menjadi lumrah jika semua itu
selalu mendod\minasi program-program dasar yang telah terjadwal, sebab
mengingat pentingnya ujian tersebut sehingga program ekstra selalu menjadi
tumbal dari datangnya tersebut.
Saat
ujian nasional selalu menjadi masalah setiap tahunnya, saat ityiu pula kita
harus membuka mata, supaya pendidikan di tanah pertiwi ini lebih baik
kedepannya, mari kita merangkul semua pihak dengan tujuan tidak membuat tegang
di semua sisi, siswa lebih tegar menghadapinya dan yang terlibatpun ikut serta
membangun jiwa sportif untuk Indonesia satu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar