Rabu, 25 September 2013

PARTAI POLITIK ISLAM, SOLUSI ATAU MASALAH ?



PARTAI POLITIK ISLAM, SOLUSI ATAU MASALAH ?
Oleh: Ach Fawaidi

(Untuk anda yang peduli Moral dan Masa depan negeri ini)

Membincangkan tentang Islam di Indonesia tidak akan habis dengan tulisan beberapa halaman saja. Islam di Indonesia memang sangat komplek. Hal ini karena umat Islam di negeri ini adalah umat yang mayoritas, sehingga tidak mungkin tidak melibatkan umat Islam dalam setiap hal dan peristiwa yang terjadi di negeri ini. Tak terkecuali dalam hal-hal yang terkait dengan permasalahan politik, atau hubungan antara umat Islam dengan negara.
Sejak lama para pemimpin Islam di negeri ini berusaha menemukan jalan keluar dari persoalan yang membelit sebagian besar umatnya, yaitu kemiskinan dan keterbelakangan. Sesudah lama terkunkung oleh kebijaksanaan diskriminatif penjajah, kemerdekaan memang memberi peluang umat Islam untuk mengembangkan diri. Namun sampai lebih dari enam puluh delapan tahun sesudah proklamasi kemerdekaan, citra tentang kemisknan dan keterbelakangan itu masih juga belum terhapus. Sebagian besar umat Islam Indonesia jauh tertinggal dalam berbagai hal: pendidikan yang rendah, bidang pekerjaan yang secara materil kurang menguntungkan, skor kualitas hidup fisik yang rendah, dan status sosial ekonomi yang juga rendah.
Pada Pemilu pertama tahun 1955, partai-partai politik berlandaskan Islam memperoleh suara yang signifikan, namun tak cukup kuat bersaing dengan  partai nasionalis dan partai komunis (bila digabung). Perolehan suara yang signifikan namun tak cukup kuat bersaing tersebut berlarut hingga Pemilu 2009 yang lalu. Penyebab utamanya adalah bahwa partai-partai berlandaskan Islam tersebut tidak mempunyai figure pemimpin yang bisa menyatukan visi keislaman, sebagaimana yang dimiliki oleh Nelson Mandela dari Afrika Selatan yang bisa menyatukan visi kebangsaan, sekaligus menghapus kesalahan masa lalu (rekonsiliasi murni).
Nahdlatul Ulama yang tadinya di bawah satu payung dengan Masyumi, ternyata hanya karena tak berhasil menggoalkan calon menteri agama yang berasal dari NU, hengkang meninggalkan Masyumi, dan memilih mendirikan partai sendiri. Hal ini berlarut hingga saat ini, apalagi setelah wafatnya  KH Abdurrahman Wahid yang telah membidani lahirnya Partai Kebangkitan Bangsa, semenjak saat itu juga, partai islam sudah tidak mendapat tempat di hati masyarakat indonesia.  Masyarakat Indonesia seakan tidak daapat membedakan antara Partai Politik yang berasaskan Nasionalis dengan partai politik yang berasaskan Islam. Hal ini dikarenakan terjadi dugaan kasus korupsi yang mendera salah satu Partai Politik Islam. Dan hal ini juga bertepatan dengan banyaknya kasus korupsi yang mendera Partai Politik yang berasaskan Nasionalis. Seperti saat ini PKS yang sedang dilanda badai korupsi oleh mantan Presidennya, Lutfi Hasan Iskhaq. Sebenarnya kasus korupsi yang mendera partai politik Islam belum terlalu parah seperti yang dialami oleh partai politik yang berasaskan Nasionalis. Namun hal itu terasa begitu heboh di telinga kita yang diakibatkan Media Massa yang secara bertubi-bertubi memberikan “makanan” itu kepada kita sehingga terasa ter-blow up. Sehingga dengan banyaknya kasus yang mencoreng partai politik Islam membuat sebagian golongan masyarakat bertanya apakah partai politik Islam dapat memberi solusi untuk menyelesaikan masalah di negara ini atau malah menjadi masalah yang menggrogoti negara ini.
Turunnya elektabilitas Partai Islam menunjukkan umat Islam di Indonesia sudah semakin cerdas dalam menentukkan pilihannya. Pasalnya, mereka tidak lagi terjebak pada simbol-simbol keagamaan saja dalam menentukan pilihannya. Pengamat Politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Saleh Partaonan Daulay mengatakan beberapa survei menyatakan partai Islam akan anjlok pada pemilu yang akan datang hal tersebut sah saja. Namun demikian hal yang perlu dicatat, anjloknya partai-partai itu bukan karena anjloknya suara Umat Islam.
Dengan demikian dapat kita lihat beberapa hal mengapa partai islam relatif mendapat dukungan suara yang lemah dari mayoritas masyarakat islam. Pertama, banyaknya partai islam mungkin menjadi salah satu sebab perolehan suara yang rendah, karena dengan banyaknya partai Islam akan membingungkan umat Islam dan juga suara masyarakat Islam akan terpecah-pecah, lain halnya jika parati partai Islam ini bergabung menjadi satu yang mewakili kalangan Islamis yang beragam dan menyatukan persepsi mereka sehingga dapat menjadi partai Islam yang kuat dan dengan tujuan yang jelas pula, sehingga suara pemilih Islam akan lebih banyak terserap dan memungkinkan perolehan suara yang signifikan.
Kedua, kita ketahui masyarakat Indonesia begitu majemuk dan dapat di katakan masyarakat kita sadar akan itu dan menerima keberagaman tersebut sebagai sesuatu yang dapat diterima dalam kehidupan yang berdampingan. Hal ini juga terjadi pada pola pemilih partai islam, pemilih islam agaknya cendrung lebih menerima suatu partai yang menerima kemajemukan atau keberagaman tersebut ketimbang parati yang berdasarkan asas atau ideologi tertentu seperti Islam atau yang mengatasnamakan agama tertentu.
Ketiga, perolehan suara yang rendah ini di sebabkan partai-partai Islam cendrung terpecah-pecah dalam kekuatan-kekuatan kecil dan konflik-konflik internal di dalam partai itu sendiri. Sehingga disana masyarakat melihatnya para elit-elit partai bukan memperjuangkan paltform atau ideologi partai yang berasas Islam tersebut melainkan hanya memperjuangkan kepentingan kelompok-kelopok kecil yang menginginkan kekuasaan semata. Masih kental dalam ingatan kita konflik yang terjadi di dalam internal partai PKB terkait kepengurusan partai serta konflik PPP dalam rapat pleno beberapa waktu lalu, hal-hal tesebut tentu akan mempengaruhi pilihan masyarakat dalam pemilu.
Melihat penjelasan di atas, menjelang pemilu tahun 2014 ini tentu partai-partai Islam harus terus bebenah dan belajar dari pengalaman-pengalaman agar dapat mendapat meraup suara yang signifikan dan mempertahankan eksistensinya. Jika tidak tentu kegagalan-kegagalan pada pemilu-pemilu sebelumnya akan terulang kembali. Partai-partai Islam ini perlu mencari atau menyiapkan kader dan calon pemimpin yang benar-benar mempuni dan kompeten, kemudian lebih mengedepankan kepentingan rakyat berdasarkan asas Islam sesuai Ideologinya dan lebih mempunyai niat dan tanggung jawab yang lebih dalam mewujugkan janji-janji dalam kampanye.


Santri PP Darul Ihsan XI MA