PARTAI POLITIK ISLAM, SOLUSI ATAU MASALAH ?
Oleh: Ach Fawaidi
(Untuk anda yang peduli Moral dan Masa depan
negeri ini)
Membincangkan tentang Islam di
Indonesia tidak akan habis dengan tulisan beberapa halaman saja. Islam di
Indonesia memang sangat komplek. Hal ini karena umat Islam di negeri ini adalah
umat yang mayoritas, sehingga tidak mungkin tidak melibatkan umat Islam dalam
setiap hal dan peristiwa yang terjadi di negeri ini. Tak terkecuali dalam
hal-hal yang terkait dengan permasalahan politik, atau hubungan antara umat
Islam dengan negara.
Sejak lama para pemimpin Islam di negeri ini berusaha menemukan jalan keluar dari persoalan yang membelit sebagian besar umatnya, yaitu kemiskinan dan keterbelakangan. Sesudah lama terkunkung oleh kebijaksanaan diskriminatif penjajah, kemerdekaan memang memberi peluang umat Islam untuk mengembangkan diri. Namun sampai lebih dari enam puluh delapan tahun sesudah proklamasi kemerdekaan, citra tentang kemisknan dan keterbelakangan itu masih juga belum terhapus. Sebagian besar umat Islam Indonesia jauh tertinggal dalam berbagai hal: pendidikan yang rendah, bidang pekerjaan yang secara materil kurang menguntungkan, skor kualitas hidup fisik yang rendah, dan status sosial ekonomi yang juga rendah.
Sejak lama para pemimpin Islam di negeri ini berusaha menemukan jalan keluar dari persoalan yang membelit sebagian besar umatnya, yaitu kemiskinan dan keterbelakangan. Sesudah lama terkunkung oleh kebijaksanaan diskriminatif penjajah, kemerdekaan memang memberi peluang umat Islam untuk mengembangkan diri. Namun sampai lebih dari enam puluh delapan tahun sesudah proklamasi kemerdekaan, citra tentang kemisknan dan keterbelakangan itu masih juga belum terhapus. Sebagian besar umat Islam Indonesia jauh tertinggal dalam berbagai hal: pendidikan yang rendah, bidang pekerjaan yang secara materil kurang menguntungkan, skor kualitas hidup fisik yang rendah, dan status sosial ekonomi yang juga rendah.
Pada Pemilu pertama tahun
1955, partai-partai politik berlandaskan Islam memperoleh suara yang
signifikan, namun tak cukup kuat bersaing dengan partai nasionalis dan
partai komunis (bila digabung). Perolehan suara yang signifikan namun tak cukup
kuat bersaing tersebut berlarut hingga Pemilu 2009 yang lalu. Penyebab utamanya
adalah bahwa partai-partai berlandaskan Islam tersebut tidak mempunyai figure
pemimpin yang bisa menyatukan visi keislaman, sebagaimana yang dimiliki oleh
Nelson Mandela dari Afrika Selatan yang bisa menyatukan visi kebangsaan,
sekaligus menghapus kesalahan masa lalu (rekonsiliasi murni).
Nahdlatul Ulama yang
tadinya di bawah satu payung dengan Masyumi, ternyata hanya karena tak berhasil
menggoalkan calon menteri agama yang berasal dari NU, hengkang meninggalkan
Masyumi, dan memilih mendirikan partai sendiri. Hal ini berlarut hingga saat
ini, apalagi setelah wafatnya KH
Abdurrahman Wahid yang telah membidani lahirnya Partai Kebangkitan Bangsa,
semenjak saat itu juga, partai islam sudah tidak mendapat tempat di hati
masyarakat indonesia. Masyarakat Indonesia
seakan tidak daapat membedakan antara Partai Politik yang berasaskan Nasionalis
dengan partai politik yang berasaskan Islam. Hal ini dikarenakan terjadi dugaan
kasus korupsi yang mendera salah satu Partai Politik Islam. Dan hal ini juga
bertepatan dengan banyaknya kasus korupsi yang mendera Partai Politik yang
berasaskan Nasionalis. Seperti saat ini PKS yang sedang dilanda badai korupsi
oleh mantan Presidennya, Lutfi Hasan Iskhaq. Sebenarnya kasus korupsi yang
mendera partai politik Islam belum terlalu parah seperti yang dialami oleh
partai politik yang berasaskan Nasionalis. Namun hal itu terasa begitu heboh di
telinga kita yang diakibatkan Media Massa yang secara bertubi-bertubi
memberikan “makanan” itu kepada kita sehingga terasa ter-blow up. Sehingga
dengan banyaknya kasus yang mencoreng partai politik Islam membuat sebagian
golongan masyarakat bertanya apakah partai politik Islam dapat memberi solusi
untuk menyelesaikan masalah di negara ini atau malah menjadi masalah yang
menggrogoti negara ini.
Turunnya elektabilitas Partai Islam menunjukkan umat Islam
di Indonesia sudah semakin cerdas dalam menentukkan pilihannya. Pasalnya,
mereka tidak lagi terjebak pada simbol-simbol keagamaan saja dalam menentukan pilihannya.
Pengamat Politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta Saleh Partaonan Daulay mengatakan beberapa survei menyatakan partai
Islam akan anjlok pada pemilu yang akan datang hal tersebut sah saja. Namun
demikian hal yang perlu dicatat, anjloknya partai-partai itu bukan karena
anjloknya suara Umat Islam.
Dengan demikian dapat kita lihat beberapa hal mengapa
partai islam relatif mendapat dukungan suara yang lemah dari mayoritas
masyarakat islam. Pertama, banyaknya partai islam mungkin menjadi salah
satu sebab perolehan suara yang rendah, karena dengan banyaknya partai Islam
akan membingungkan umat Islam dan juga suara masyarakat Islam akan
terpecah-pecah, lain halnya jika parati partai Islam ini bergabung menjadi satu
yang mewakili kalangan Islamis yang beragam dan menyatukan persepsi mereka
sehingga dapat menjadi partai Islam yang kuat dan dengan tujuan yang jelas
pula, sehingga suara pemilih Islam akan lebih banyak terserap dan memungkinkan
perolehan suara yang signifikan.
Kedua, kita ketahui masyarakat Indonesia
begitu majemuk dan dapat di katakan masyarakat kita sadar akan itu dan menerima
keberagaman tersebut sebagai sesuatu yang dapat diterima dalam kehidupan yang
berdampingan. Hal ini juga terjadi pada pola pemilih partai islam, pemilih
islam agaknya cendrung lebih menerima suatu partai yang menerima kemajemukan
atau keberagaman tersebut ketimbang parati yang berdasarkan asas atau ideologi
tertentu seperti Islam atau yang mengatasnamakan agama tertentu.
Ketiga, perolehan suara yang rendah ini di
sebabkan partai-partai Islam cendrung terpecah-pecah dalam kekuatan-kekuatan
kecil dan konflik-konflik internal di dalam partai itu sendiri. Sehingga disana
masyarakat melihatnya para elit-elit partai bukan memperjuangkan paltform atau
ideologi partai yang berasas Islam tersebut melainkan hanya memperjuangkan
kepentingan kelompok-kelopok kecil yang menginginkan kekuasaan semata. Masih
kental dalam ingatan kita konflik yang terjadi di dalam internal partai PKB terkait
kepengurusan partai serta konflik PPP dalam rapat pleno beberapa waktu lalu,
hal-hal tesebut tentu akan mempengaruhi pilihan masyarakat dalam pemilu.
Melihat penjelasan di atas, menjelang pemilu tahun
2014 ini tentu partai-partai Islam harus terus bebenah dan belajar dari
pengalaman-pengalaman agar dapat mendapat meraup suara yang signifikan dan
mempertahankan eksistensinya. Jika tidak tentu kegagalan-kegagalan pada
pemilu-pemilu sebelumnya akan terulang kembali. Partai-partai Islam ini perlu
mencari atau menyiapkan kader dan calon pemimpin yang benar-benar mempuni dan
kompeten, kemudian lebih mengedepankan kepentingan rakyat berdasarkan asas
Islam sesuai Ideologinya dan lebih mempunyai niat dan tanggung jawab yang lebih
dalam mewujugkan janji-janji dalam kampanye.
Santri
PP Darul Ihsan XI MA