Rabu, 25 September 2013

PARTAI POLITIK ISLAM, SOLUSI ATAU MASALAH ?



PARTAI POLITIK ISLAM, SOLUSI ATAU MASALAH ?
Oleh: Ach Fawaidi

(Untuk anda yang peduli Moral dan Masa depan negeri ini)

Membincangkan tentang Islam di Indonesia tidak akan habis dengan tulisan beberapa halaman saja. Islam di Indonesia memang sangat komplek. Hal ini karena umat Islam di negeri ini adalah umat yang mayoritas, sehingga tidak mungkin tidak melibatkan umat Islam dalam setiap hal dan peristiwa yang terjadi di negeri ini. Tak terkecuali dalam hal-hal yang terkait dengan permasalahan politik, atau hubungan antara umat Islam dengan negara.
Sejak lama para pemimpin Islam di negeri ini berusaha menemukan jalan keluar dari persoalan yang membelit sebagian besar umatnya, yaitu kemiskinan dan keterbelakangan. Sesudah lama terkunkung oleh kebijaksanaan diskriminatif penjajah, kemerdekaan memang memberi peluang umat Islam untuk mengembangkan diri. Namun sampai lebih dari enam puluh delapan tahun sesudah proklamasi kemerdekaan, citra tentang kemisknan dan keterbelakangan itu masih juga belum terhapus. Sebagian besar umat Islam Indonesia jauh tertinggal dalam berbagai hal: pendidikan yang rendah, bidang pekerjaan yang secara materil kurang menguntungkan, skor kualitas hidup fisik yang rendah, dan status sosial ekonomi yang juga rendah.
Pada Pemilu pertama tahun 1955, partai-partai politik berlandaskan Islam memperoleh suara yang signifikan, namun tak cukup kuat bersaing dengan  partai nasionalis dan partai komunis (bila digabung). Perolehan suara yang signifikan namun tak cukup kuat bersaing tersebut berlarut hingga Pemilu 2009 yang lalu. Penyebab utamanya adalah bahwa partai-partai berlandaskan Islam tersebut tidak mempunyai figure pemimpin yang bisa menyatukan visi keislaman, sebagaimana yang dimiliki oleh Nelson Mandela dari Afrika Selatan yang bisa menyatukan visi kebangsaan, sekaligus menghapus kesalahan masa lalu (rekonsiliasi murni).
Nahdlatul Ulama yang tadinya di bawah satu payung dengan Masyumi, ternyata hanya karena tak berhasil menggoalkan calon menteri agama yang berasal dari NU, hengkang meninggalkan Masyumi, dan memilih mendirikan partai sendiri. Hal ini berlarut hingga saat ini, apalagi setelah wafatnya  KH Abdurrahman Wahid yang telah membidani lahirnya Partai Kebangkitan Bangsa, semenjak saat itu juga, partai islam sudah tidak mendapat tempat di hati masyarakat indonesia.  Masyarakat Indonesia seakan tidak daapat membedakan antara Partai Politik yang berasaskan Nasionalis dengan partai politik yang berasaskan Islam. Hal ini dikarenakan terjadi dugaan kasus korupsi yang mendera salah satu Partai Politik Islam. Dan hal ini juga bertepatan dengan banyaknya kasus korupsi yang mendera Partai Politik yang berasaskan Nasionalis. Seperti saat ini PKS yang sedang dilanda badai korupsi oleh mantan Presidennya, Lutfi Hasan Iskhaq. Sebenarnya kasus korupsi yang mendera partai politik Islam belum terlalu parah seperti yang dialami oleh partai politik yang berasaskan Nasionalis. Namun hal itu terasa begitu heboh di telinga kita yang diakibatkan Media Massa yang secara bertubi-bertubi memberikan “makanan” itu kepada kita sehingga terasa ter-blow up. Sehingga dengan banyaknya kasus yang mencoreng partai politik Islam membuat sebagian golongan masyarakat bertanya apakah partai politik Islam dapat memberi solusi untuk menyelesaikan masalah di negara ini atau malah menjadi masalah yang menggrogoti negara ini.
Turunnya elektabilitas Partai Islam menunjukkan umat Islam di Indonesia sudah semakin cerdas dalam menentukkan pilihannya. Pasalnya, mereka tidak lagi terjebak pada simbol-simbol keagamaan saja dalam menentukan pilihannya. Pengamat Politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Saleh Partaonan Daulay mengatakan beberapa survei menyatakan partai Islam akan anjlok pada pemilu yang akan datang hal tersebut sah saja. Namun demikian hal yang perlu dicatat, anjloknya partai-partai itu bukan karena anjloknya suara Umat Islam.
Dengan demikian dapat kita lihat beberapa hal mengapa partai islam relatif mendapat dukungan suara yang lemah dari mayoritas masyarakat islam. Pertama, banyaknya partai islam mungkin menjadi salah satu sebab perolehan suara yang rendah, karena dengan banyaknya partai Islam akan membingungkan umat Islam dan juga suara masyarakat Islam akan terpecah-pecah, lain halnya jika parati partai Islam ini bergabung menjadi satu yang mewakili kalangan Islamis yang beragam dan menyatukan persepsi mereka sehingga dapat menjadi partai Islam yang kuat dan dengan tujuan yang jelas pula, sehingga suara pemilih Islam akan lebih banyak terserap dan memungkinkan perolehan suara yang signifikan.
Kedua, kita ketahui masyarakat Indonesia begitu majemuk dan dapat di katakan masyarakat kita sadar akan itu dan menerima keberagaman tersebut sebagai sesuatu yang dapat diterima dalam kehidupan yang berdampingan. Hal ini juga terjadi pada pola pemilih partai islam, pemilih islam agaknya cendrung lebih menerima suatu partai yang menerima kemajemukan atau keberagaman tersebut ketimbang parati yang berdasarkan asas atau ideologi tertentu seperti Islam atau yang mengatasnamakan agama tertentu.
Ketiga, perolehan suara yang rendah ini di sebabkan partai-partai Islam cendrung terpecah-pecah dalam kekuatan-kekuatan kecil dan konflik-konflik internal di dalam partai itu sendiri. Sehingga disana masyarakat melihatnya para elit-elit partai bukan memperjuangkan paltform atau ideologi partai yang berasas Islam tersebut melainkan hanya memperjuangkan kepentingan kelompok-kelopok kecil yang menginginkan kekuasaan semata. Masih kental dalam ingatan kita konflik yang terjadi di dalam internal partai PKB terkait kepengurusan partai serta konflik PPP dalam rapat pleno beberapa waktu lalu, hal-hal tesebut tentu akan mempengaruhi pilihan masyarakat dalam pemilu.
Melihat penjelasan di atas, menjelang pemilu tahun 2014 ini tentu partai-partai Islam harus terus bebenah dan belajar dari pengalaman-pengalaman agar dapat mendapat meraup suara yang signifikan dan mempertahankan eksistensinya. Jika tidak tentu kegagalan-kegagalan pada pemilu-pemilu sebelumnya akan terulang kembali. Partai-partai Islam ini perlu mencari atau menyiapkan kader dan calon pemimpin yang benar-benar mempuni dan kompeten, kemudian lebih mengedepankan kepentingan rakyat berdasarkan asas Islam sesuai Ideologinya dan lebih mempunyai niat dan tanggung jawab yang lebih dalam mewujugkan janji-janji dalam kampanye.


Santri PP Darul Ihsan XI MA

Minggu, 11 Agustus 2013

Jumat, 05 April 2013

MUSLIMAH PEJUANG SYARIAH DAN KHILAFAH





Sam Jackson, bos sebuah perusahaan di New Castle, Inggris pernah mengatakan, ” Sekarang kita bisa saling melihat satu dengan yang lain dalam keadaan telanjang, tidak ada penghalang lagi. Dengan tradisi baru ini, kami menemukan bahwa kami menjadi lebih bebas dan terbuka terhadap satu dan lainnya. Dampaknya terhadap perusahaan menjadi lebih baik.” Menurutnya, ide, inovasi dan terobosan kreatif amat penting dilakukan di masa-masa krisis ekonomi seperti sekarang ini. Bekerja dalam keadaan telanjang diyakininya dapat memompa semangat dan meningkatkan produktivitas kerja. Mengenakan pakaian merupakan penghalang bagi peningkatan prestasi kerja. Dengan cara ini omzet perusahaan akan meningkat karena para karyawannya sangat bergairah ketikabekerja. Untuk itu dia membuat peraturan, seminggu sekali setiap hari Jum’at para karyawannya baik laki-laki maupun perempuan diharuskan untuk tidak menempelkan sehelai benang pun pada tubuh mereka ketika bekerja di kantor. Lebih lanjut dia menambahkan, “Awalnya terasa aneh dan janggal, tapi setelah itu saya menjadi terbiasa. Saya berjalan telanjang menuju meja kerja saya, dan itu kini tidak masalah lagi. Saya merasa benar-benar nyaman.”
Peristiwa “Jumat Telanjang” tersebut dianggapnya sebagai sebuah kesuksesan yang besar dan berdampak positif bagi perusahaannya. Itulah budaya, gaya hidup, dan cara berpikir orang Barat non Muslim yang materialis, permisif and hedonis. Demi mendapatkan dunia berupa materi, mereka rela berperilaku seperti hewan. Bahkan berperilaku lebih sesat dari hewan.
Budaya, gaya hidup dan cara berpikir Muslim dan Muslimah tentu sangat berbeda dengan mereka. Oki Setiana Dewi, artis layar lebar yang sukses memerankan tokoh Anna Althafunnisa dalam film “Ketika Cinta Bertasbih” pada suatu kesempatan mengatakan, “Semua bagian tubuh berharga itu telah dikategorikan dengan sebutan aurat, baik laki-laki dan perempuan. Bagian tubuh perempuan yang termasuk aurat harus ditutupi lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki. “Kenapa perempuan harus lebih banyak menutupi bagian tubuhnya? Sebab perempuan memang dipenuhi dengan bagian tubuh yang berharga dan harus dijaga dengan jilbab atau busana yang menutupnya,” ujarnya.
Fenomena berbusana Muslimah, berjilbab atau sekadar berkerudung di kalangan artis, model dan selebritis sedikit banyak telah ikut menyumbang sosialasasi budaya Islam di tengah masyarakat sehingga semakin banyak wanita Muslimah Indonesia yang berbusana Muslimah, berjilbab, atau sekadar berkerudung. Dengan semakin marak dan memasyarakatnya budaya Islam ini di tengah masyarakat kita patut menghaturkan rasa syukur kepada Allah swt. Selain rasa syukur, pada saat yang sama, rasa sesal juga wajar muncul di hati. Rasa sesal ini muncul karena masih banyak saudari-saudari seiman kita yang belum, tidak mau, tidak bisa, atau salah paham dalam memahami definisi jilbab yang sesungguhnya, sehingga tidak sedikit dari mereka yang masih belum memenuhi seluruh syarat dan ketentuan berbusana sebagaimana yang telah diatur oleh Sang Pembuat syari’at.
Mengapa ada sebagian Muslimah yang belum memenuhi seluruh syarat dan ketentuan berbusana Muslimah? Karena ada sebagian Muslimah ketika beraktivitas di luar rumah atau ketika berhadapan dengan non muhrimnya ketika berada di rumah mengenakan pakaian tapi masih ada bagian aurat lainnya yang terbuka seperti rambut. Mengenakan pakaian ketat, pendek, berbahan tipis, dan atau berbahan transparan. Karena ada sebagianMuslimah yang mengenakan jilbab ketat, pendek,berbahan tipis, dan atau berbahan transparan. Muslimah seperti ini meskipun mengenakan pakaian atau bahkan berjilbab menurut Rasulullah saw dikategorikan sebagai telanjang.
“Dua golongan di antara penghuni neraka yang belum aku lihat keduanya: suatu kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi yang mereka gunakan untuk memukul orang-orang; perempuan yang berpakaian, tetapi telanjang yang cenderung dan mencenderungkan orang lain, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Mereka ini tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium aroma surga. sesungguhnya aroma surga itu bisa tercium sejauh perjalanan demikian dan demikian.” (HR. Muslim)
Ibnul Jauzi yang berpendapat bahwa berpakaian tapi telanjang ada tiga makna;
Pertama, wanita yang memakai pakaian tipis, sehingga nampa
k bagian dalam tubuhnya.
Kedua,
wanita yang membuka sebagian aurat tubuhnya. Ketiga, wanita yang mendapatkan nikmat Allah namun tidak bersyukur kepada-Nya. Menurut Imam An-Nawawi, berpakaian tapi telanjang mengandung beberapa arti. Pertama, berpakaian atau dibungkus nikmat Allah swt tetapi telanjang dari bersyukur kepada-Nya. Kedua, terbungkus pakaian tetapi telanjang dari perbuatan baik dan perhatian terhadap akhirat serta tidak berbuat taat. Ketiga, mengenakan pakaian tetapi tampak sebagian auratnya; Keempat, berpakaian tipis yang masih memperlihatkan warna kulit dan lekuk tubuhnya.
Allah swt memberitahukan kepada kita tujuan diturunkan pakaian kepada kita adalah untuk menutup aurat. Jika berpakaian tapi jika ada sebagian aurat yang masih terbuka, lekuk tubuh jelas terlihat karena mengenakan pakaian ketat, atau anggota tubuh yang wajib ditutupi dan warna kulit nampak karena mengenakan pakaian tipis dan transparan berarti kita menyalahi aturan Allah swt dan tujuan Allah swt menurunkan pakaian, yang sama artinya kita berani menentang Allah swt.

            يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاساً يُوَارِي سَوْءَاتِكُمْ وَرِيشاً وَلِبَاسُ التَّقْوَىَ ذَلِكَ خَيْرٌ ذَلِكَ مِنْ آيَاتِ اللّهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ
“Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup ‘auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.”(QS.Al-A’raaf[7]:26)

Wahai saudariku! janganlah kalian mau ditipu oleh setan yang menyuruhmu untuk berpakaian tapi sesungguhnya telanjang! Jika engkau tidak mau dan tidak dapat ditipu oleh setan berarti engkau tidak menjadikan setan sebagai pemimpinmu. Wahai saudariku, kenapa engkau berpakaian tapi telanjang? Apa niat dan tujuanmu? Apakah karena ingin tampil trendy? Apakah karena ingin memamerkan anggota tubuh dan keindahan tubuhmu? Apakah ingin merasa modern dan tidak ingin dicap kolot dan ketinggalan jaman? Apakah karena takut tidak bisa mendapatkan dunia berupa pekerjaan atau materi? Wahai saudariku, ketika engkau mendirikan shalat menghadap Allah swt tentu engkau berpakaian lebar dan panjang. Engkau tentu tidak berani berpakaian ketat dan pendek. Engkau tentu tidak berani menampakkan sebagian atau seluruh bagian auratmu, atau menampakkan bentuk lekuk-lekuk tubuhmu. Demikian juga halnya di dalam kehidupan sehari-hari di luar (selain) shalat, tentu engkau pasti tidak berani menentang Allah dan Rasul-Nya. Engkau tahu dan paham, ajaran Islam termasuk cara berbusana tidak hanya diamalkan ketika shalat saja, tapiharus diamalkan dalam setiap aktivitas kehidupan.
Wahai saudariku, jika engkau tercatat sebagai pelajar/mahasiswi sebuah lembaga pendidikan atau sebagai pegawai sebuah perusahaan tentu engkau mematuhi peraturan berbusana yang ada. Engkau pasti tidak berani menentang peraturan yang ada. Demikian juga halnya sebagai Muslimah, engkau tentu bersedia mematuhi peraturan yang ditetapkan agamamu. Jika ada pertentangan antara peraturan di mana engkau belajar atau bekerja dengan peraturan agamamu, tentu engkau lebih memilih agamamu. JIka kebijakan pemimpin di tempat belajar atau bekerjamu bertentangan dengan aturan Tuhanmu, tentu engkau lebih takut kepada Tuhanmu dan lebih memilih aturan Tuhanmu. Engkau tahu dan sadar pemimpinmu bukanlah Tuhanmu, tidak mampu menyelamatkan dirimu dari azab di dunia dan di kampung akhirat. Engkau tahu dan sadar engkau tidak ingin ikut masuk neraka jika pemimpinmu masuk neraka. Jangan sampai kelak di akhirat engkau mengatakan kepada Allah swt. perkataan sebagaimana termaktub dalam ayat berikut ini:
وَقَالُوا رَبَّنَا إِنَّا أَطَعْنَا سَادَتَنَا وَكُبَرَاءنَا فَأَضَلُّونَا السَّبِيلَا
“Dan mereka berkata: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah menaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar).” (QS. Al-Ahazab [33]:67)
Wahai saudariku, Allah swt lah yang memberimu pakaian. Maka bersyukurlah kepada-Nya. Bersyukur dengan cara mematuhi segala perintah-Nya dan meninggalkan segala larangan-Nya termasuk dalam hal berbusana.“Wahai hamba-Ku, kamu semua asalnya telanjang, kecuali yang telah Aku beri pakaian, maka hendaklah kamu minta pakaian kepada-Ku, pasti Aku memberinya.” (HR. Muslim). Wahai saudariku! Takutlah peringatan nabimu. Beliau saw. memperingatkan wanita-wanita berpakaian tapi telanjang tidak akan bisa mencium bau surga dari jarak jauh. Mencium baunya saja tidak, apalagi masuk ke dalamnya. Na’udzubillah min dzalik! Wallahu a’lam bishshowab.



DSCI4878.JPG 




ACH FAWAIDI, Salah satu santri pondok pesantren Darul Ihsan, yang bertempat tinggal di pakamban daya, pragaan, sumenep, sekaligus, siswa kelas X MA Darul Ihsan.

Sabtu, 09 Februari 2013

MEMULAI PERLINDUNGAN ANAK DARI KELUARGA


MEMULAI PERLINDUNGAN ANAK DARI KELUARGA


Menurut Human Development Index (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang dirilis November 2011 oleh UNDP-PBB menempatkan Indonesia pada urutan ke 124 dari 187 negara yang disurvei. Indonesia masuk dalam kategori negara dengan medium human development. Sedangkan Phillipina ada di urutan ke 112 dan Thailand di tangga 103. Dan kita sedih karena berada jauh dari negeri jiran Malaysia berada di urutan ke 61 termasuk katagori negara dengan high human development. Sedangkan Singapore masuk dalam katagori very high human development dengan urutan ke 26.
Tersentak rasanya kita melihat kenyataan seperti itu, ada paradoks dengan ungkapan Indonesia adalah jamrud khatulistiwa, tanah yang subur, melimpah kekayaan alamnya dan seabreg julukan yang telah menina-bobokan masyarakat tanpa diiringi kerja keras. Negara harusnya mampu mengelola potensi sumberdaya yang ada di Indonesia secara bijak untuk kesejahteraan rakyat. Sebelum adanya moratorium atau paling tidak pengurangan pengiriman TKI ke luar negeri, Indonesia menjadi salah satu negara pengekspor TKI "pembantu" terbanyak ke luar negeri. Ini tentu mengusik harga diri sebagai bangsa. Apalagi tidak sedikit dari TKW kita menjadi korban tindak kekerasan yang tidak sedikit berujung dengan kematian.
Apa yang sedang dialami ibu pertiwi, sedemikian beratnya ujian yang dihadapi oleh masyarakat. Nampaknya ada penurunan derajat kualitas keluarga dalam masyakat kita. Begitu berat beban yang harus ditanggung keluarga ketika aksesibilitas terhadap hasil pembangunan masih belum merata. Kita mungkin mengetahui masih banyak bayi dan anak kekurangan gizi. Khusunya di daerah-daerah yang masih terbelakang. Demikian juga kekerasan dalam rumah tangga terutama terhadap perempuan dan anak makin meningkat. Lantas, apa yang terjadi dengan keluarga Indonesia?
Memang, beban hidup keluarga semakin berat. Muara dari ketidakberdayaan keluarga dan masyarakat Indonesia adalah kemiskinan. Hasil Pendataan Keluarga tahun 2003 menunjukkan bahwa dari sekitar 51 juta keluarga, 31 persen di antaranya masuk kategori keluarga pra-sejahtera dan keluarga sejahtera-1. Ini berarti 15,7 juta keluarga di Indonesia masih hidup dalam kondisi memprihatinkan. Bandingkan dengan keluarga sejahtera III-Plus yang hanya berjumlah 3,49 persen saja. Indikator rendahnya kualitas keluarga dapat dicermati pula berdasarkan data UNICEF yang dirilis beberapa tahun lalu, 49 persen kepala keluarga dari 51 juta keluarga yang ada, hanya tamat SD dan SLTP. Sementara untuk kelompok perempuan, sebesar 72,7 persen adalah berpendidikan SLTP ke bawah: tamat SD 31,7 persen, tak tamat SD 28,3 persen dan SLTP 11,7 persen. Kontribusi lainnya adalah perkawinan di bawah usia 20 tahun yang masih sering terjadi, yakni sekitar 14 persen.
Bila ditinjau berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 21 Tahun 1994 mengenai penyelenggaraan pembangunan keluarga sejahtera, telah dirumuskan delapan fungsi keluarga sebagai jembatan menuju terbentuknya sumberdaya pembangunan yang handal dengan ketahanan keluarga yang kuat dan mandiri, yaitu: Pertama, Fungsi Keagamaan, dalam keluarga dan anggotanya fungsi ini perlu didorong dan dikembangkan agar kehidupan keluarga sebagai wahana persemaian nilai-nilai luhur budaya bangsa untuk menjadi insan agamis yang penuh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kedua, Fungsi Sosial Budaya, fungsi ini memberikan kesempatan kepada keluarga dan seluruh anggotanya untuk mengembangkan kekayaan budaya bangsa yang beraneka ragam dalam satu kesatuan, sehingga dalam hal ini diharapkan ayah dan ibu untuk dapat mengajarkan dan meneruskan tradisi, kebudayaan dan sistem nilai moral kepada anaknya. Ketiga, Fungsi Cinta Kasih, berguna untuk memberikan landasan yang kokoh terhadap hubungan anak dengan anak, suami dengan istri, orang tua dengan anaknya serta hubungan kekerabatan antar generasi, sehingga keluarga menjadi wadah utama bersemainya kehidupan yang penuh cinta kasih lahir dan batin. Keempat, Fungsi Melindungi, yaitu menambahkan rasa aman dan kehangatan pada setiap anggota keluarga. Kelima, Fungsi Reproduksi, merupakan mekanisme untuk melanjutkan keturunan yang direncanakan dapat menunjang terciptanya kesejahteraan manusia di dunia yang penuh iman dan takwa. Keenam, Fungsi Sosialisasi dan Pendidikan, yaitu memberikan peran kepada keluarga untuk mendidik keturunan agar bisa melakukan penyesuaian dengan alam kehidupannya di masa yang akan datang. Ketujuh, Fungsi Ekonomi, sebagai unsur pendukung kemandirian dan ketahanan keluarga. Kedelapan, Fungsi Pembinaan Lingkungan, memberikan kepada setiap keluarga kemampuan menempatkan diri secara serasi, selaras, seimbang sesuai dengan daya dukung alam dan lingkungan yang berubah secara dinamis.
Keluarga bertanggung jawab dalam menjaga dan menumbuh kembangkan anggota-anggotanya. Pemenuhan kebutuhan para anggota sangat penting, agar mereka dapat mempertahankan kehidupannya, yang berupa 1) pemenuhan kebutuhan pangan, sandang, papan dan kesehatan untuk pengembangan fisik dan sosial, 2) kebutuhan akan pendidikan formal, informal dan nonformal dalam rangka mengembangakan intelektual, sosial, mental, emosional dan spritual. Apabila kebutuhan dasar anggota keluarga dapat dipenuhi, maka kesempatan untuk berkembang lebih luas lagi dapat diwujudkan, yang akan memberikan kesempatan individu maupun keluarga mampu merealisasikan diri lebih luas lagi dalam berbagai aspek kehidupan mereka, misal aspek budaya, intelektual dan aspek sosial. Adapun kebutuhan manusia tersebut terbagi ke dalam 1) kebutuhan makan, minum dan seks, 2) kebutuhan akan rasa aman, 3) kebutuhan kasih sayang, 4) kebutuhan akan penghargaan dan 5) kebutuhan untuk mengembangkan kemampuan potensi diri sendiri dan aktualisasi diri.
Keluarga dalam hubungannya dengan anak diidentikan sebagai tempat atau lembaga pengasuhan yang paling dapat memberi kasih sayang, kegiatan menyusui, efektif dan ekonomis. Di dalam keluargalah kali pertama anak-anak mendapat pengalaman dini langsung yang akan digunakan sebagai bekal hidupnya dikemudian hari melalui latihan fisik, sosial, mental, emosional dan spritual. Karena anak ketika baru lahir tidak memiliki tata cara dan kebiasaan (budaya) yang begitu saja terjadi sendiri secara turun temurun dari satu generasi ke generasi lain, oleh karena itu harus dikondisikan ke dalam suatu hubungan kebergantungan antara anak dengan agen lain (orang tua dan anggota keluarga lain) dan lingkungan yang mendukungnya baik dalam keluarga atau lingkungan yang lebih luas (masyarakat), selain faktor genetik berperan pula. Bahkan “principle of legitimacy” adalah merupakan tugas dasar keluarga, struktur sosial (masyarakat) harus diinternalisasikan sejak individu dilahirkan agar seorang anak mengetahui dan memahami posisi dan kedudukannya, dengan harapan agar mampu menyesuaikannya dalam masyarakat kelak setelah ia dewasa. Dengan kata lain, keluarga merupakan sumber agen terpenting yang berfungsi meneruskan budaya melalui proses sosialisasi antara individu dengan lingkungan.
Ke depan dalam dunia yang mengglobal, tugas keluarga semakin berat dan kompleks. Kematangan anak-anak, sebagai generasi penerus bangsa yang dimulai dari keluarga harus benar-benar dipersiapkan. Globalisasi dengan ciri penemuan dan pemanfaatan teknologi canggih dengan cepat dan relatif terjangkau oleh banyak kalangan dalam masyarakat, menjadikan bermacam kultur dan dinamika kehidupan dari belahan bumi yang lain dapat diakses dengan cepat dan mudah. Keluarga Indonesia harus ada kesanggupan dan keberanian untuk memilih dan memilah entitas yang bermanfaat dan sesuai dengan citra budaya bangsa bercirikan relijiusitas. Peran pemerintah akan lebih dominan dan penting bagi keluarga yang secara sosial dan ekonomi tidak berdaya. Pemerintah juga harus tegas, tetap aspiratif dan demokratis dalam membuat regulasi untuk membatasi dampak negatif arus globalisasi. Keluarga Indonesia harus berani mengatakan: No free sex, no drugs!