Kamis, 06 Desember 2012

UN



UN, MEMBAWA DAMPAK PADA PEMBODOHAN BANGSA

                   Mencermati dan memperhatikan pendidikan di Indonesia, timbulnya suatu permasalahan nasional, terutama menyangkut standar kelulusan siswa baik yang masuk SMP, SMA maupun perguruan Tinggi dan lain-lain, kelulusan siswa tidak ditentukan oleh guru yang memantau dan mendidik serta membimbing dan membina anak didik selama 3 tahun dalam proses belajar dan mengajar, tetapi cukup di tentukan oleh standar Ujian Nasional yang lebih di kenal dengan UN dengan 4 materi pelajaran, sesuatu hal yang tidak logis, untuk menilai seseorang mampu dan tidak mampu, hanya dari satu aspek, sedangkan Intelektual yang bermoral merupakan proses yang di amati dan di nilai oleh orang yang membimbing, orang yang memebina di sini peran guru di kebirikan,. Sesuai UU NO.20 tahun 2003, tentang  sistem pendidikan Nasional Bab XVI pasal 57 ayat (2) evaluasi di lakukan kepada peserta didik, lembaga, dan program pendidikan pada jalur formal dan informal untuk semua jenjang, satuan dan jenis pendidikan, sedangkan pasal 58 ayat (1) evaluasi hasil belajar peserta didik di lakukan oleh peserta didik di lakukan oleh pendidik untuk memantau kemampuan dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan dan pasal 1 ayat (17) standar Nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah NKRI.
                 Disinilah permasalahan pendidikan di Indonesia yang memunculkan beberapa pertanyaan terhadap ke lulusan siswa antara lain: Kelulusan hanya di tentukan oleh 4 materi Ujian Nasional, sedangkan, materi lain dan keaktifan serta intelektual lainnya tidak di nilai, akan memunculkan materi lain di anggap tidak perlu, sedangkan materi lain tersebut merupakan faktor penting dalam menumbuhkembangkan Intelektualitas yang bermoral dalam mencapai tujuan pendidikan Nasional sebagaimana amanat pembukaan UUD 1945;  sesuai pasal 57 ayat satu dan pasal 1 ayat (17) sudahkah di lakukan pemantauan tehadap kelayakan proses pendidikan untuk mengacu standar Nasional pendidikan, hasil akhir bermuara kepada peserta didik terutama menyangkut standar kebutuhan minimal secara komprehensif di pengaruhi oleh faktor internal dan eskternal lembaga pendidikan tersebut antara lain: Sarana dan prasarana pendidikan,             Pendidikan, Penerimaan arus Informasi dan buku, Lingkungan pendidikan, Peran serata masyarakat, Dan lain-lain.
                 Sesuai pasal 58 ayat (1) UU NO.20 tahun 2003 yang mengevaluasi dan memantau proses intelektual anak didik adalah pendidik, jelas konstribusi dan peran guru dalam penentuan kelulusan anak didik sangat penting dan besar, karena sang pahlawan tanpa tanda jasa ini yang melihat, mendidik membina mental dan intelektual anak didik selama berada di lembaga pendidikan terkesan di kebirikan. pasal 35 ayat (1) dalam penjelasan “kompetensi kelulusan adalah merupakan kualifikasi kemampuan kelulusan yang mencangkup sikap, pengetahuan dan keterampilan”, di sini jelas bahwa kelulusan tidak bisa di tentukan oleh 4 materi ujian Nasional, karena sikap, kemampuan dan keterampilan yang hanya di ketahui oleh pendidik/guru tidak di nilai oleh ujian Nasional, kembali lagi peran pendidik di kebirikan. Pasal 37 materi Wajib yang harus di akomodir dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah memuat pendidikan agama, PKN, Bahasa, Matematika, Ipa, Seni dan budaya penjas, Ketrampilan dan jasa, Muatan local, kata “wajib” merupakan suatu bentuk yang wajib di ajarkan kepada anak didik, konsekuensinya materi tersebut menjadi indikator sebuah kelulusan anak didik, kenyataan hanya 4 materi yang menjadi indikator kelulusan Nasional,. Bahwa kondisi bangunan sekolah dan pendidikan Nasioanal di Indonesia belum bisa di standarisasikan, karena bangunan yang sudah tidak layak, kinerja guru perlu di tingkatkan, konsekuensi motivasi guru sebagai pendidik perlu di tingkatkan baik gaji atau tunjangan, pendidikan, saran dll, geografis dan budaya, arus informasi dll. Sehingga standarisasi harusnya melalui perlakuan dan penilaian yang sama dalam semua aspek, kenyataan aspek-aspek belum standar, sehingga standar Nasional belum bisa di laksanakan, namun pihak diknas melalui proses harus melengkapi semua persyaratan yang di amanatkan oleh UU, baik sarana maupun prasarana serta kententuan oprasional serta proses sosialisasi. Kenyataan dan fakta tersebut, bahwa ujian Nasioanl bertentangan dengan UU NO.20 tahun 2003, yang membawa dampak pada pembodohan bangsa, dan bertentangan dengan amanat pembukaan UUD 1945. Berdasarkan UU NO.14 tahun 2005, tentang guru dan dosen yang menyetakan bahwa salah satu hak guru dan dosen memiliki kebebasan dalam memberiakan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, jelas dalam UU ini, yang memberiakan penilaian objectif terhadap kelulusan anak didik adalah guru. Sedangkan UN peran guru tidak ada, ini menyatakan bahwa UN bertentangan UU NO.14 tahun 2005, dimana pemerintah dalam hal ini kementrian DIKNAS penginterpensi lembaga pendidikan atau mengambil hak pedagogis sang pahlawan tanpa tanda jasa. Profesi guru, dalam penyelenggaraan UN tidak di hargai sebagai suatu tugas mulia untuk mencerdaskan bangsa. Kalau kita lihat fakta yang factual, justru kota-kota dengan standar minimal telah terpenuhi baik sarana dan prasarana, pendidik, arus informasi yang banyak menderita akibat Ujian Nasional, pertanyaannya sadarkah bapak Menteri Pendidikan Nasioanal dan Jajarannya, dengan kondisi ini?
              Dampak lain, siswa yang berasal dari ekonomi kurang mampu dan lulus dengan standar Nasional, namun belum bisa melanjutkan kependidikan lebih tinggi, karena NEM yang belum memenuhi standar penerimaan di sekolah yang lebih tinggi, tidak bisa melanjutkan, tetapi siswa yang berasal dari ekonomi mampu bisa melanjutkan ke sekolah lain terutama swasta dengan biaya tinggi, di samping itu, bagaimana dengan siswa yang belum bisa di tampung pada seleksi PSB dan SPMB tahun 2011-2012, sekolah swasta dengan biaya tinggi, tentunya menjadi permasalahan, bukan karena tidak mampu secara akademis, tetapi sistem yang di buat membuat mereka tidak mampu, bahkan banyak siswa yang telah di nyatakan lulus jalur PMDK, dan beasiswa keluar Negeri tetapi tidak lulus UN, kenyataan ini indikasi memperkuat “bahwa orang miskin di larang pintar”.       

Tidak ada komentar:

Posting Komentar