UN, MEMBAWA DAMPAK PADA
PEMBODOHAN BANGSA
Mencermati dan memperhatikan pendidikan di
Indonesia, timbulnya suatu permasalahan nasional, terutama menyangkut standar
kelulusan siswa baik yang masuk SMP, SMA maupun perguruan Tinggi dan lain-lain,
kelulusan siswa tidak ditentukan oleh guru yang memantau dan mendidik serta membimbing
dan membina anak didik selama 3 tahun dalam proses belajar dan mengajar, tetapi
cukup di tentukan oleh standar Ujian Nasional yang lebih di kenal dengan UN
dengan 4 materi pelajaran, sesuatu hal yang tidak logis, untuk menilai
seseorang mampu dan tidak mampu, hanya dari satu aspek, sedangkan Intelektual
yang bermoral merupakan proses yang di amati dan di nilai oleh orang yang
membimbing, orang yang memebina di sini peran guru di kebirikan,. Sesuai UU
NO.20 tahun 2003, tentang sistem
pendidikan Nasional Bab XVI pasal 57 ayat (2) evaluasi di lakukan kepada
peserta didik, lembaga, dan program pendidikan pada jalur formal dan informal
untuk semua jenjang, satuan dan jenis pendidikan, sedangkan pasal 58 ayat (1)
evaluasi hasil belajar peserta didik di lakukan oleh peserta didik di lakukan
oleh pendidik untuk memantau kemampuan dan perbaikan hasil belajar peserta
didik secara berkesinambungan dan pasal 1 ayat (17) standar Nasional pendidikan
adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah NKRI.
Disinilah permasalahan pendidikan di Indonesia yang
memunculkan beberapa pertanyaan terhadap ke lulusan siswa antara lain: Kelulusan
hanya di tentukan oleh 4 materi Ujian Nasional, sedangkan, materi lain dan
keaktifan serta intelektual lainnya tidak di nilai, akan memunculkan materi
lain di anggap tidak perlu, sedangkan materi lain tersebut merupakan faktor
penting dalam menumbuhkembangkan Intelektualitas yang bermoral dalam mencapai
tujuan pendidikan Nasional sebagaimana amanat pembukaan UUD 1945; sesuai pasal 57 ayat satu dan pasal 1 ayat
(17) sudahkah di lakukan pemantauan tehadap kelayakan proses pendidikan untuk
mengacu standar Nasional pendidikan, hasil akhir bermuara kepada peserta didik
terutama menyangkut standar kebutuhan minimal secara komprehensif di pengaruhi
oleh faktor internal dan eskternal lembaga pendidikan tersebut antara lain: Sarana
dan prasarana pendidikan, Pendidikan, Penerimaan arus Informasi
dan buku, Lingkungan pendidikan, Peran serata masyarakat, Dan lain-lain.
Sesuai pasal 58 ayat (1) UU NO.20 tahun 2003 yang
mengevaluasi dan memantau proses intelektual anak didik adalah pendidik, jelas
konstribusi dan peran guru dalam penentuan kelulusan anak didik sangat penting
dan besar, karena sang pahlawan tanpa tanda jasa ini yang melihat, mendidik
membina mental dan intelektual anak didik selama berada di lembaga pendidikan
terkesan di kebirikan. pasal 35 ayat (1) dalam penjelasan “kompetensi kelulusan
adalah merupakan kualifikasi kemampuan kelulusan yang mencangkup sikap,
pengetahuan dan keterampilan”, di sini jelas bahwa kelulusan tidak bisa di
tentukan oleh 4 materi ujian Nasional, karena sikap, kemampuan dan keterampilan
yang hanya di ketahui oleh pendidik/guru tidak di nilai oleh ujian Nasional,
kembali lagi peran pendidik di kebirikan. Pasal 37 materi Wajib yang harus di
akomodir dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah memuat pendidikan agama,
PKN, Bahasa, Matematika, Ipa, Seni dan budaya penjas, Ketrampilan dan jasa,
Muatan local, kata “wajib” merupakan suatu bentuk yang wajib di ajarkan kepada
anak didik, konsekuensinya materi tersebut menjadi indikator sebuah kelulusan
anak didik, kenyataan hanya 4 materi yang menjadi indikator kelulusan
Nasional,. Bahwa kondisi bangunan sekolah dan pendidikan Nasioanal di Indonesia
belum bisa di standarisasikan, karena bangunan yang sudah tidak layak, kinerja
guru perlu di tingkatkan, konsekuensi motivasi guru sebagai pendidik perlu di
tingkatkan baik gaji atau tunjangan, pendidikan, saran dll, geografis dan
budaya, arus informasi dll. Sehingga standarisasi harusnya melalui perlakuan
dan penilaian yang sama dalam semua aspek, kenyataan aspek-aspek belum standar,
sehingga standar Nasional belum bisa di laksanakan, namun pihak diknas melalui
proses harus melengkapi semua persyaratan yang di amanatkan oleh UU, baik
sarana maupun prasarana serta kententuan oprasional serta proses sosialisasi.
Kenyataan dan fakta tersebut, bahwa ujian Nasioanl bertentangan dengan UU NO.20
tahun 2003, yang membawa dampak pada pembodohan bangsa, dan bertentangan dengan
amanat pembukaan UUD 1945. Berdasarkan UU NO.14 tahun 2005, tentang guru dan
dosen yang menyetakan bahwa salah satu hak guru dan dosen memiliki kebebasan
dalam memberiakan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, jelas dalam UU ini,
yang memberiakan penilaian objectif terhadap kelulusan anak didik adalah guru.
Sedangkan UN peran guru tidak ada, ini menyatakan bahwa UN bertentangan UU
NO.14 tahun 2005, dimana pemerintah dalam hal ini kementrian DIKNAS
penginterpensi lembaga pendidikan atau mengambil hak pedagogis sang pahlawan
tanpa tanda jasa. Profesi guru, dalam penyelenggaraan UN tidak di hargai
sebagai suatu tugas mulia untuk mencerdaskan bangsa. Kalau kita lihat fakta
yang factual, justru kota-kota dengan standar minimal telah terpenuhi baik
sarana dan prasarana, pendidik, arus informasi yang banyak menderita akibat
Ujian Nasional, pertanyaannya sadarkah bapak Menteri Pendidikan Nasioanal dan
Jajarannya, dengan kondisi ini?
Dampak lain, siswa yang berasal
dari ekonomi kurang mampu dan lulus dengan standar Nasional, namun belum bisa
melanjutkan kependidikan lebih tinggi, karena NEM yang belum memenuhi standar
penerimaan di sekolah yang lebih tinggi, tidak bisa melanjutkan, tetapi siswa
yang berasal dari ekonomi mampu bisa melanjutkan ke sekolah lain terutama
swasta dengan biaya tinggi, di samping itu, bagaimana dengan siswa yang belum
bisa di tampung pada seleksi PSB dan SPMB tahun 2011-2012, sekolah swasta
dengan biaya tinggi, tentunya menjadi permasalahan, bukan karena tidak mampu
secara akademis, tetapi sistem yang di buat membuat mereka tidak mampu, bahkan
banyak siswa yang telah di nyatakan lulus jalur PMDK, dan beasiswa keluar
Negeri tetapi tidak lulus UN, kenyataan ini indikasi memperkuat “bahwa orang
miskin di larang pintar”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar